eksperimen pencampuran gen manusia dan binatang untuk mengumpulkan pengetahuan tentang mekanisme munculnya penyakit dan mengembangkan terapinya.
Para peneliti rekayasa genetika memandang, hasil persilangan genetika antara manusia dan binatang, hanya sekedar obyek penelitian. Bagi para peneliti sudah merupakan hal biasa menyusupkan gen manusia ke dalam gen binatang dalam ujicoba di laboratorium. Terutama hal itu merupakan metode standar dalam riset kedokteran regeneratif dan transplantasi serta penelitian terapi baru penyakit kanker, Alzheimer dan Parkinson.T
Tujuan riset pencampuran gen manusia dan binatang adalah, untuk membantu para peneliti mengetahui proses biologi di dalam sel, fungsi masing-masing gen atau melacak terbentuknya penyakit pada manusia. Misalnya saja pada tahun 2002 pakar imunologi Israel, Yair Raisner dari Institut Weizmann, memulai ujicoba pencangkokkan sel induk manusia pada tikus. Sasarannya untuk meneliti mekanisme penolakan organ tubuh asing.
Tikus transgenetika
Prof Frank Emmrich dari Insitut Fraunhofer untuk terapi sel dan imunologi di Leipzig mengungkapkan prosedurnya. : “Kami menciptakan situasi pada tikus, dimana disisipkan sel induk manusia yang membentuk sistem kekebalan tubuh manusia. Dari semua sel yang tergolong pembentuk sel darah pada tikus, sekitar 30 persen selnya terbukti berasal dari manusia.”
Penelitian Imunologi
Dengan meneliti tikus yang memiliki sistem kekebalan tubuh manusia itu, antara lain hendak diketahui, mengapa sistem kekebalan tubuh memicu reaksi penolakan? Misalnya setelah pencangkokan organ tubuh. Pengetahuan yang diperoleh, diharapkan memberikan kontribusi, agar di masa depan materi yang asing bagi tubuh, pada operasi transplantasi dapat diterima lebih baik oleh pasien. Juga jika organ tubuh itu berasal dari binatang, mengingat langkanya donor organ tubuh manusia.
Prof Emmrich memaparkan lebih lanjut :“Ini merupakan tugas terpenting dalam tahun-tahun mendatang, untuk secara terarah menon-aktifkan sistem kekebalan tubuh bagi jaringan yang dicangkokkan. Jika berhasil, memecahkan masalah tsb, berarti sebuah persyaratan telah terpenuhi, untuk di masa depan juga memproduksi jaringan organ tubuh yang kompleks. Tanpa harus membuatnya dari tubuh individu itu sendiri.“
Sukses Riset Transgenetika
Babi amat cocok sebagai donor organ tubuh.
Para pakar kedokteran Jerman, pada tahun 2008 sudah berhasil mencangkokkan saluran pernafasan artifisial, yang basisnya usus babi yang direkayasa genetika di laboratorium.
Juga saat ini dalam bioreaktor berhasil dibiakkan jantung manusia yang terbukti berfungsi, yang basisnya adalah jantung babi. Dalam kedua ujicoba ini, material dari organ babi terlebih dahulu harus dibebaskan dari sel-sel binatangnya, dalam prosedur yang amat rumit dan sulit.
Masalah Etika
Masalah lainnya yang muncul di Jerman, selain problem teknis adalah problem etika. Transfer sel manusia kepada binatang percobaan atau jaringan tubuh binatang yang direkayasa, secara etika tidak bermasalah. Para peneliti sudah sejak beberapa dekade bekerja menggunakan binatang trans-genetika, untuk tujuan medis.
Wolf-Michael Catenhusen
Yang menjadi persoalan adalah, jika percampurannya menimbulan pertanyaan identitas, apakah itu manusia atau binatang? Wolf-Michael Catenhusen jurubicara kelompok kerja trans-genetika manusia dan binatang pada dewan etika Jerman mengungkapkan : “Terdapat wilayah tertentu, yang amat penting bagi manusia, yakni sistem saraf dan otak. Artinya, kami tidak akan mengizinkan penyisipan kode genetika manusia, yang mempengaruhi kecerdasan binatang. Kami memiliki pandangan, pada binatang yang struktur otaknya sangat mirip manusia, terutama kera besar, eksperimen semacam itu akan kami tolak.”
Fantasi Ilmiah
Pakar biologi sistem saraf professor Ahmed Mansouri dari Institut Max Planck mengatakan, ketakutan jika kera besar yang secara genetis amat mirip manusia, mendapat transplantasi sistem saraf manusia kecerdasannya akan berkembang, memang dapat dimaklumi. Akan tetapi sejauh ini belum ada bukti, bahwa hal semacam itu dapat berfungsi.
Transfer gen manusia ditakutkan membuat Simpanse jadi secerdas manusia.
Prof. Mansouri menegaskan, sejauh ini tidak ada satu pun riset yang menunjukkan, jika saraf manusia dicangkokkan pada otak kera, maka binatangnya akan mengembangkan kecerdasan seperti manusia. Itu hanya fantasi atau khayalan ilmiah.
Namun disebutkannya, pertimbangan dewan etika Jerman juga harus dihormati. Karena jika tidak ada batasan etika, suatu saat nanti, para ilmuwan dapat menciptakan semacam monster, berupa makhluk campuran antara binatang dan manusia atau sebaliknya.
sumber :http://www.dw.com/id/persilangan-gen-manusia-dan-binatang/a-15511457
Tidak ada komentar:
Posting Komentar